Mengenang KH Abdullah Wasi’an, 1917-2011 (3)
KH Abdullah Wasi’an berpulang ke Rahmatullah pada Rabu siang, 13 Rabi’ul Awal / 17 Februari 2011. Umat Islam pantas berduka atas kepergian lelaki berusia 94 tahun itu. Mengapa?
Sang Jago
Sejak 1936, saat berusia 19 tahun, Abdullah Wasi’an aktif berorganisasi. Dia mulai lewat Pemuda Muhammadiyah Surabaya. Sebagai ketua bagian pendidikan, dia bertugas mengurusi Taman Pustaka Pemuda Muhammadiyah, sebuah perpustakaan yang koleksi buku-bukunya cukup lengkap kala itu. Posisi itu sangat menyenangkan hatinya karena sebagai pecinta ilmu dia bisa leluasa membaca sepuas-puasnya.
Keterlibatannya di Pemuda Muhammadiyah adalah awal debutnya di dunia dakwah. Di dalamnya dia mendapatkan pengalaman berorganisasi, berceramah, dan berdebat. Dalam waktu singkat dia ditunjuk sebagai muballigh Pemuda Muhammadiyah. Tugasnya, berceramah di sekolah-sekolah milik Muhammadiyah dan beberapa sekolah negeri. Lalu, pada 1950-an, Abdullah Wasi’an ditetapkan sebagai Pengurus Muhammadiyah Surabaya, di Majelis Tabligh.
Abdullah Wasi’an terbilang tak sengaja menjadi Kristolog. Waktu itu, Kristologi masih langka. Kristologi tak dia dapatkan dari pendidikan formal, tetapi secara otodidak. Tentang hal ini, berbeda dengan zaman sekarang, Kini, Kristologi adalah mata kuliah yang bisa didapatkan pada Fakultas Ushuluddin di Perguruan Tinggi Islam.
Menurut Abdullah Wasi’an, penguasaan terhadap Kristologi berguna untuk:
1). Lebih memudahkan mengetahui kelemahan-kelemahan Al-Kitab.
2). Lebih objektif dalam menilai isi Al-Kitab, sekalipun isinya secara umum itu telah diketahui salah.
3). Dipakai sebagai alat dakwah yang efektif.
Singkat cerita, lewat usaha yang tekun, penguasaan Abdullah Wasi’an terhadap Kristologi begitu mendalam. Ia sangat banyak hafal isi Al-Kitab dan bahkan bisa memahaminya dengan baik. Oleh karena itu, dia seorang Kristolog yang disegani para pendeta dan tokoh Kristen.
Berbekal Kristologi itu, cukup panjang pengalaman Abdullah Wasi’an berdebat dengan banyak pendeta atau tokoh Kristen. Misalnya, dia pernah berdebat dengan Hamran Ambrie (seorang misionaris yang pertama kali menggunakan strategi pemurtadan dengan memakai ayat-ayat Al-Qur’an).
Dalam dua kali kesempatan, Hamran Ambrie –yang sebelumnya beragama Islam itu- tak bisa menjawab Abdullah Wasi’an di seputar beberapa isi Al-Kitab yang saling kontradiktif. Contoh, bandingkanlah isi Kitab Kejadian 22: 2 dengan Kitab Kejadian 16: 16 dan Kitab Kejadian 21: 5. Sebab, isi kedua kitab yang disebut terakhir itu dapat mematahkan isi Kitab Kejadian 22: 2.
Kecuali dengan Hamran Ambrie, banyak rekaman debat lainnya, termasuk dengan dr Suradi, yang juga tak berkutik saat mendapatkan penjelasan Abdullah Wasi’an soal ‘tafsir’ Al-Kitab yang benar.
Abdullah Wasi’an –kata Hussein Umar (Ketua Umum DDII, 2003) adalah seorang guru yang sangat tawadhu. Beliau sosok Kristolog yang tenang dan komunikatif.
Dalam kesaksian Ihsan Tanjung, “Perjalanan hidup Abdullah Wasi’an membuktikan bahwa seorang da’i memang bagian dari pasukan Allah sendiri”. Abdullah Wasi’an –kata Ihsan Tanjung- telah “Menginfaqkan waktunya memelajari kitab-kitab Yahudi dan Nasrani, lalu menemukan kekeliruan dan kerancuan-kerancuan, sekaligus membuktikan bahwa itu disebabkan ulah tangan-tangan kotor manusia. Kesimpulannya, Injil dan Al-Qur’an memang tak sebanding dalam hal otentisitas, orisinalitas, dan kelengkapannya”.
Kesaksian Hussein Umar dan Ihsan Tanjung itu ada di buku berjudul Benteng Islam Indonesia (Pemikiran dan Perjuangan KH Abdullah Wasi’an) karya Bahrul Ulum (wartawan Majalah Suara Hidayatullah). Di dalamnya kita bisa lebih mengenal Sang Kristolog lebih jauh, termasuk kisah / pengalaman dia berdebat dengan “pihak lawan”.
Teruskan! Lanjutkan!
Islam adalah agama dakwah. Ajaran Islam harus terus kita sampaikan ke segenap manusia. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (QS An-Nahl [16]: 125).
Sesuai dengan ayat di atas, dakwah harus kita lakukan dengan “hikmah dan pelajaran yang baik”. Adapun yang dimaksud hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar, yang dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil.
Dengan demikian, setiap pribadi Muslim punya tugas (bukan sekadar peluang) untuk berdakwah menurut kecakapan yang dimilikinya masing-masing. Hal itu, paralel dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW, bahwa umat Islam perlu untuk terus menyampaikan apapun yang berasal dari Rasulullah SAW, sekalipun itu sekadar satu ayat.
Berdasarkan sedikit kisah Abdullah Wasi’an di atas, maka terlihat bahwa penguasaan terhadap Kristologi terbukti bisa digunakan sebagai alat dakwah yang sangat efektif. Dengan demikian, sekarang, kita membutuhkan banyak pengganti almarhum Abdullah Wasi’an. Sangat diharapkan, munculnya segera kader dakwah yang menguasai Kristologi dengan kapasitas keilmuan yang sama dan bahkan –jika bisa- melebihi Abdullah Wasi’an. Kader-kader Kristolog wajib dipersiapkan dan yang sudah ada harus terus kita dukung kiprahnya.
Terakhir, terkait dengan pengaderan, maka buku-buku di seputar Kristologi karya para Kristolog (termasuk rekaman debat mereka), layak dipakai sebagai salah satu pemicu lahirnya kader-kader Kristolog sekaliber Abdullah Wasi’an. Kelak, oleh karena ilmu dan amal perjuangan para kader itu bisa sekaliber Abdullah Wasi’an, maka tak berlebihan jika ada yang menjuluki mereka sebagai “Kristolog yang Jago Dialog”, sebagaimana ungkapan itu memang patut disandangkan kepada Abdullah Wasi’an.