Kata teman, jika mengunjungi Papua serasa belum lengkap tanpa bertandang ke jantung pulau burung Cendrawasih, Wamena. Kota kecil berhawa sejuk yang terletak di tengah-tengah kepungan dinding abadi Jayawijaya ini perlahan mulai memikat wisatawan dengan pesona budayanya.
Salah satu lokasi wajib kunjung di ibukota Kabupaten Jayawijaya ini adalah Desa Kurulu. Letaknya tak jauh dari Wamena dan tampaknya untuk ke desa ini juga tak harus melalui jalan yang sulit. Di sini, katanya saya masih bisa melihat penduduk Papua yang masih menggunakan koteka dengan mengenakan pernak-pernik seperti kalung batu-batuan dan kerang serta aksesoris dari taring babi hutan.
Mengunjungi Desa Kurulu ternyata memiliki trik tersendiri. Saat tiba, guide, menyuruh saya untuk tidak mengeluarkan kamera. Ternyata kamera adalah barang yang cukup ‘sensitif’ di tempat ini. Pengunjung yang datang tak boleh sembarangan memotret karena bisa dikenakan tarif “dadakan” yang cukup tinggi. Entah sejak kapan desa tradisonal ini menjadi begitu komersil. Menurut pemandu, kebiasaan turis asing memberikan uang tips telah merubah pola hidup sebagian warga Wamena menjadi materialis. Ironis!
Tapi sebetulnya wajar saja jika hal ini terjadi. Toh rakyat Papua sendiri jarang bisa menikmati hasil dari industri pariwisata lokal mereka. Daripada hanya mengalir ke institusi tertentu, lebih baik menyumbang langsung buat warganya. Masih penasaran dengan kebudayaan di desa kurulu? ikuti cerita lengkapnya yah…bersambung
Sumber : http://goexperience.gonla.com/2012/11/05/cool-kurulu-bagian-1/