Homoseks: Takdir, Nasib atau Apa?

White Lion
By -

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDDngkQRuNuCooFtqVjJcxMlUAbBNk9djkF0t24eKNrIyJSCGxGT0GNwOBLa8dNYcTOmYivCU1mh4H5CNfqdGjkjuU79XqxCoTf0TTten9RXfZPha-twCGrDVE2wLDyTm-1DORX5ZBoT8/h120/Gay.jpg

Oleh: Ahmad Sarwat, Lc. (warnaislam.com)
Perilaku homoseks bukan takdir dan bukan nasib, tetapi pilihan. Kalau kita katakan takdir atau nasib, maka seharusnya Allah SWT tidak melarangnya. Karena Allah takdirkan seseorang untuk melakukannya tanpa ada pilihan. 


Sesungguhnya perilaku homoseks adalah nafsu syahwat, seperti umumnya nafsu yang lain. Misalnya, nafsu untuk berzina dengan isteri orang, mantan pacar atau teman selingkuhan sekantor.
Semua itu bukan takdir, kan? Masa ada orang berzina enak-enakan, lalu ketika ditanya, kenapa berzina, jawabannya sudah takdir. Itu namanya bukan takdir, tetapi sudah jadi budak nafsu.


Sedangkan pandangan sebagian orang yang mengaku ‘ahli psikologi’ bahwa homoseks itu penyakit jiwa, memang sebagian ada benarnya. Tetapi sama sekali bukan legalitas yang membolehkan.
Ada seorang anak yang punya kelainan jiwa, misalnya hobi mencuri. Psikolog menyebutnya sebagai kleptomania. Tetapi koruptor pemakan uang rakyat, atau bandit yang berhasil menjebol bank, tidak bisa membela diri menggunakan alasan sebagai pengidap kleptomania. Lalu minta dibebaskan dari hukuman.
Demikian juga dengan para pelaku seks sejenis, baik homo atau lesbi, mereka tidak bisa berlindung di balik alasan bahwa mereka punya penyakit kejiwaan, sehingga hukumnya jadi halal kalau melakukan zina menyimpang itu. Mereka juga tidak bisa mengatakan bahwa di balik semua kemungkaran itu, semua telah ditentukan takdir atau nasib dari tuhan.


Sama saja dengan seorang alkoholic, yang tidak bisa lepas mulutnya dari khamar. Buat sebagian mazhab Psikologi, keadaan sesorang yang demikian dianggap sebagai penyakit kejiwaan. Lalu banyak para tukang minum khamar berlindung dengan menggunakan alasan itu.
Dalam pandangan syariah Islam, seks sejenis, mencuri dan minum khamar bukan penyakit jiwa, melainkan pilihan. Seseorang boleh memilih untuk tidak melakukan seks sejenis, tidak mencuri dan tidak minum khamar. Kalau dia bisa melakukannya, maka dia dapat pahala. Sebaliknya, dia juga bebas memilih untuk melakukan seks sejenis, mencuri dan minum khamar, tetapi untuk itu sudah disediakan siksa pedih di akhirat. Silahkan pilih saja, mana yang sekiranya lebih enak dinikmati.
Hukum ini nyaris mirip dengan hukum fisika dasar. Seorang yang loncat dari atap gedung pencakar langit, akan menghujam ke atas aspal dengan kecepatan tertentu, sehingga kepalanya akan pecah dan otaknya berceceran di mana-mana. Itu adalah pilihan. Silahkan pilih, terserah mau yang mana. Mau loncat atau tidak loncat?
Kalau tidak loncat, berarti aman. Tidak usah cari alasan bahwa seseorang terpaksa loncat karena sudah takdir dan sudah nasib. Orang yang berbicara seperti itu sebenarnya bukan sedang mengajukanalasan tetapi sedang stress berat.
Masak loncat dari gedung dibilang takdir dan nasib? Yang bener aja!
Apakah perilaku homoseks bisa disembuhkan?
Jawabnya sangat bisa, yang penting ada kemauan. Lha pecandu narkoba saja bisa disembuhkan, kenapa perilaku menyimpang seperti itu harus tidak bisa? Sekali lagi, jawabnya adalah bisa, bisa dan bisa. Tinggal masalah kemauan saja. Kalau tidak bisa disembuhkan, maka tidak mungkin Allah melarangnya, bukan?
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,