Alasan Mengapa Beberapa Orang Memiliki Otak Lemot

White Lion
By -
Jakarta, Seseorang mungkin bertanya-tanya mengapa dirinya lebih 'lemot' atau mengalami kesulitan belajar daripada rekan-rekannya. Menurut penelitian terbaru, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan otak dalam memproses informasi yang cukup.

Informasi tersebut akan lebih mudah dan cepat diproses oleh otak jika seseorang peka terhadap rangsangan, misalnya sentuhan, pendengaran atau penglihatan. Jika Anda mampu merespons rangsangan dengan baik dan otak mampu memprosesnya dengan cepat, Anda tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar.

Seberapa baik kemampuan seseorang dalam belajar sebenarnya dipengaruhi oleh aspek genetik, anatomi otak individu, dan juga perhatian terhadap materi yang dipelajari. Dalam beberapa tahun terakhir ini, para peneliti membentuk prosedur penelitian yang fokus pada kemampuan otak saja.

Sehingga, faktor perhatian diabaikan dalam penelitian, yang dilakukan oleh para peneliti yang berasal dari Ruhr-Universitat, Humboldt Universitat zu Berlin, Charite-Universitatsmedizin Berlin, dan Max Planck Institute (MPI) for Human Cognitive and Brain Sciences.

Peserta penelitian berulangkali diberi rangsangan sentuhan selama 30 menit dengan listrik yang merangsang kulit tangan. Sebelum dan sesudah penelitian peneliti mengukur perbedaan respons dan menetapkan batasan sensitivitas peserta terhadap sentuhan.

Peneliti menerapkan tekanan lembut pada tangan peserta dengan menggunakan 2 jarum dan menentukan jarak terkecil antara jarum, di mana peserta masih dianggap mampu merespons rangsangan yang terpisah. Rata-rata, pelatihan pasif tersebut dapat meningkatkan ambang diskriminasi hingga 12 persen, tetapi sekitar 26 peserta tidak mengalami hal ini.

Tim peneliti kemudian menggunakan alat yang disebut dengan EEG (elektroensefalografi) untuk mempelajari mengapa beberapa orang belajar lebih baik daripada yang lain. Alat tersebut mengalirkan gelombang alpha yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa efektif otak memanfaatkan informasi sensorik yang diperlukan untuk belajar.

"Selain itu, gelombang alfa tersebut mungkin dapat dijadikan sebagai salah satu sarana terapi untuk meningkatkan proses belajar atau penyembuhan setelah cedera otak," kata Hubert Dinse dari Ruhr-Universitat, yang memimpin penelitian.

Penelitian menunjukkan bahwa setiap orang memiliki kemampuan otak yang berbeda-beda dalam mengakses informasi sensorik tersebut. Sehingga kadang ada orang yang membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar sesuatu daripada orang yang lain, atau sebaliknya.

Hasil penelitian tersebut kemudian dipublikasikan dalam Journal of Neuroscience, seperti dilansir Health India, Jumat (15/2/2013).