Kisah Sebuah Negeri, Yang Pernah Melarang Adzan Berkumandang

White Lion
By -
Adzan Rosullulah Tak Seperti Itu Cucu Ku.
3 Maret 1924 Masa kelam runtuhnya dunia islam tanpa pemimpin.  Khilafah Ustmaniyah dihapuskan oleh kalangan sekuler Turki.

Siang itu,  8 tahun setelah imperium besar Islam runtuh. Cerita sebuah keluarga menyambut kedatangan cucu yang baru saja selesai berkhitan.

Waktu Adzan,  dan itulah hari pertama Adzan tak lagi menggunakan lantunan Adzan yang pernah dilantunkan  Billal Bin Rabah. Adzan itu dilafalkan dengan bahasa Turki.

Sang cucu berkata pada kakeknya,  Kakek kenapa engkau tak menyambut panggilan itu dan berangkat ke Masjid.
Sang Kakek pun menjawab,  Adzan Rosullulah tak begitu cucu ku.  Sambil membanting sebuah arloji,  sang Kakek bergegas menuju masjid.

Sang Kakek menarik Muadzin yang menyerukan panggilan solat dalam bahasa Turki itu.  Dan Sang Kakek kumandangkan Adzan.

Mendengar lantunan Adzan dalam bahasa Arab,  segera para polisi menuju Masjid. Kegaduhan pun terjadi.  Lelaki tua itu diseret keluar Masjid.  Polisi marah pada sang Kakek. Dan Lelaki tua itu pun melawan.  Sampai seorang perwira mengarahkan pistol dan melepaskan tembakan.
[ads-post]
Sebelum timah panas menembus tubuh lelaki tua, seorang laki-laki muda menghalangi.  Dia terjatuh. Anak kecil yang menjadi saksi semua kejadian itupun berteriak Ayaaah.... Anak Kakek itu terbunuh....  Dan cucunya pun memeluk jasad Ayahnya.

Selang waktu berganti,  anak kecil itupun tumbuh menjadi seorang pejuang.  Jalannya panjang memasuki dunia politik yang penuh dengan tipu muslihat kaum sekuler.  Tapi cita-cita luhur untuk mengembalikan Turki pada cahaya Islam tak pernah padam. Adnan Menderes,  anak kecil itu tumbuh dan akhirnya berhasil menang 52% menjadi Perdana Menteri

Ternyata dalam usaha sekulerisme menjauhkan mereka dari Islam.  Sebagian dari mereka tetap merindukan Islam,  rindu Al Quran,  rindu adzan seperti adzan Billal Bin Rabbah,  para wanita rindu menggunakan  hijab diruang publik.

Adzan berbahasa Turki dikumandangkan selama 18 tahun lamanya hingga kemudian dikembalikan ke bahasa Arab oleh pemerintah yang baru, Perdana Menteri Adnan Menderes pada tahun 1950.

Kalangan sekuler tak suka dengan kebijakan-kebijakan Adnan Menderes yang pro pada umat Islam. Dia difitnah sebagai Diktaktor.  Perbaikan Ekonomi yang pesat tak pernah diindahkan oleh kaum sekuler.  Adnan tetap sebagai orang yang harus disingkirkan. Hingga ia pun dikudeta pihak militer dan ia pun syahid di tiang gantungan.

Mengembalikan Islam di atas tanah Turki yang sudah lama terjerembab ke dalam lubang hitam sekularisme bukanlah hal yang mudah. Butuh waktu 18 tahun bagi Adnan Menderes mengembalikan adzan kembali berbahasa Arab, itu pun harus ia bayar dengan nyawanya.  Dan partai politik berhaluan Islam, Partai Refah [Partai Kesejahteraan] juga dikudeta dan partainya dibubarkan.

Pelarangan hijab di Turki dimulai pada tahun 1984. Hijab dilarang penggunakan di ruang publik, termasuk sekolah, universitas, pengadilan, kantor pemerintahan dan institusi resmi lainnya.

Pada tahun 2007, di depan pendukungnya Erdogan berjanji akan menghapuskan pelarangan hijab jika terpilih sebagai Perdana Menteri dan partainya AKP [Partai Keadilan dan Pembangunan] menang.

Dengan izin Allah, mayoritas rakyat Turki memilih Erdogan dan AKP. Parlemen berhasil dikuasai oleh partai AKP. Pada 2010 pelarangan hijab di universitas dicabut. Hijab juga mulai diperbolehkan digunakan di institusi negara pada tahun 2013 dan sekolah pada tahun 2014.

Sampai detik ini pun,  kaum sekulerisme Turki berusaha untuk tetap menjatuhkan Erdogan, menjauhkan Umat Islam dari Syariat Islam. Turki sudah belajar banyak,  sudah mengalami banyak cerita. 

Bagaimana ekonomi mereka hancur karena jauh dari Islam,  dan diseret pada sekulerisme. Bagaimana dengan jumlah 83% umat Islamnya tapi tak berdaya,  sejak ustmani runtuh,  prostitusi legal dinegeri itu.  Mereka sangat tau kenapa harus bersatu, punya alasan untuk bangkit dari keterpurukan sejak dijauhkan dari Masjid. 

Sekarang mereka meramaikan Masjid,  Adzan Subuh mereka sambut beramai-ramai.  Mereka sangat tau rasanya penderitaan dijauhkan dari Islam.

Mereka belajar banyak,  bagaimana keruntuhan negerinya diawali kaum muda yang termakan propaganda kebebasan liberalism dan sekulerisme, diawal 1924.

Ingat gagalnya kudeta Erdogan?
Yah mereka sudah belajar banyak,  lebih daripada kita, tentang propaganda islam phobia. Dan itulah jadi alasan kuat kenapa mereka tidak mau gagal lagi.
Mereka tidak mau kehilangan pemimpin yang mereka cintai.  Yang mereka rindukan. Yang menjaga cahaya Islam terang kembali.

Allahu Akbar.
Allah menjaga cahaya Islam. Dan akan menentukan jalanNya.  Memilih siapa yang Allah takdirkan menjadi pemimpin yang beriman bertaqwa dan membendarkan CahayaNya. Jika itu bukan kamu.... Yang menggakkan Dien. Pasti Allah menggantikan mu.... Pemimpin Dholim.

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS. At-Taubah [9] : 32)

Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah [2] : 217)

Batavia, 08 Maret 2019
Syahruddin Ramlan Al-Faqir
Photo: Pegunungan di Turkey